kisah Anas bin Malik dan Al Hajjaj

MasyaAllah, makin hari makin tergambar peta jalan

inilah yang paling asyik dari mempelajari sejarah, yaitu memiliki suatu sudut pandang terhadap “kehidupan”
bagaimana kita hidup dan membangun hubungan dengan Sang Pencipta
lalu membangun kehidupan sosial dengan dinamika dan lika-likunya
memahami manusia dengan perangainya
sehingga semua peristiwa dibaca dengan kacamata kearifan

sosok Al Hajjaj ibnu Yusuf Ats Tsaqafi,
digambarkan sebagai pribadi bengal, keras, menumpahkan darah

menyusuri kepribadiannya, ternyata Al hajjaj memiliki juga titik-titik rasa takut
Ia adalah seorang kepala prajurit yang mentaati perintah atasannya
dan sungguh Al Hajjaj adalah orang yang takut pada ALLAH,
bagaimanakah rasa takut pada Allah ini berefek pada pribadi al Hajjaj?
bagaimana kaitan antara rasa takut ini dengan darah yang ditumpahkannya?

suatu ketika ia sangat kesal dengan sahabat Rasulullah Anas Bin Malik
al Hajjaj berkata “seandainya tidak ada wasiat dari Abdul Malik bin Marwan agar aku tidak melakukan ini padamu, tidak melakukan itu, maka pasti aku telah berbuat sesuatu padamu”

Anas bin Malik dengan enteng menjawab : “sesungguhnya jika tidak ada wasiat itupun, kau tak akan bisa melakukan apa-apa padaku”

Al Hajjaj terbelalak berkata : “Kok bisa?”

Anas menjawab : “ya karena aku berdo’a di setiap hari di saat yang tepat, suatu do’a yang bisa mencegah tangannmu menyentuhku”

Apa itu? kata Al Hajjaj

Imam Anas bin Malik menolak untuk memberitahukan redaksi do’anya, sehebat apapun al hajjaj merayu.

Dari peristiwa rayuan al Hajjaj agar sahabat Anas bin Malik memberikan rahasia “kekebalan” nya memperlihatkan bahwa al Hajjaj percaya 100% akan kekuatan do’a
pandangan politiknya dipengaruhi dengan situasi yang terjadi pada saat itu, bahwa chaos politik berbahaya, dan kepemimpinan itu harus padu, maka ia harus memilih dan setia berada di pihak mana.

sikap politik yang setiap orang berbeda-beda
Hajjaj memahami benar akan resiko sikap yang diambilnya
tentang darah-darah yang tertumpah, tentang mesjidil haram yang diserangnya
resiko yang ia ambil demi kepemimpinan yang harus ditegakkan

orang-orang zaman itu tahu benar akan makna kepemimpinan,
sikap mereka berbeda-beda

misalnya Sa’id Ibnu al Musayyab,
Sa’id Ibnu al Musayyab adalah seorang ulama tabi’in, berasal dari bangsawan Quraisy, bani Makhzum.
tak terhitung ribuan cambukan mendarat di tubuhnya karena masalah kepemimpinan ini

gubernur Madinah untuk Abdullah bin az Zubayr mencambuknya karena ia tak mau berba’iat padanya, Sa’id bin Musayyab berkata : “hingga manusia bersatu baru aku akan berba’iat pada Abdullah”
cambukan baru berhenti baru setelah Abdullah tahu yang dilakukan gubernurnya pada Sa’id dan Abdullah memarahi gubernurnya.
Abdul Malik, dan dua putranya al Walid dan Sulaiman pernah juga mencambuknya untuk urusan ini
hingga terjadi boikot ilmu pengetahuan pada Sa’id bin Musayyab, tak boleh seorangpun menjadi muridnya.

kembali ke Anas bin Malik, beberapa saat sebelum wafat, abban putra Utsman bin Affan merayunya, agar memberitahu do’a “KEKEBALAN” yang dimilikinya, akhirnya Anas memberitahukan do’anya pada Abban :

do'a anas

Dengan nama Allah atas jiwaku dan agamaku, dengan nama Allah atas keluargaku dan hartaku dan anak-anakku, Dengan nama Allah atas segala sesuatu yang diberikan Tuhanku padaku, Allah Allah Rabbku, aku tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun, Allah Allah Rabbku, aku tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun, Allah Maha besar, Allah Maha besar, Allah Maha besar, Allah lebih tinggi lebih mulia daripada apa yang aku takutkan. Wahai Allah sesungguhnya aku berlindung padaMu dari keburukan jiwaku dan dari setiap syetan yang mengganggu, dan dari diktator yang berbuat kekerasan, Engkau berfirman : “jika mereka berpaling dari hukum Allah maka katakanlah : cukuplah Allah bagiku, tiada yang disembah kecuali Dia, padaNya aku bertawakkal dan dia Rabb pemilik ‘arsy yang agung.
tinggilah penjagaanMu, tinggilah pujian padaMu, tiada tuhan selainMu

do’a diatas dibaca setiap pagi dan petang, dibaca tiga kali
klo pagi sesudah subuh sebelum matahari syuruq
kalau sore sesudah ashar sebelum matahari terbenam
klo buat yang dawam ma’tsurat yang disusun imam syahid hasan al banna
tambahin lah ya do’a ini

ya Rabb, era-era mau pemilu, betapa kita memerlukan do’a-do’a yang dipanjatkan,
dihindarkan dari pemimpin yang tidak takut kepada Allah

Terhempas Badai (Empat_ Kata-kata Sang Ilmu Pengetahuan)

Empat : Kata-kata sang ilmu pengetahuan

 

Cyprus yang ditaklukan, armada laut pertama yang dimiliki kaum mukminin berhasil dengan gilang gemilang. Aisyah berbahagia karena akhirnya ia menerima kabar tentang komentar Abu Darda pada penaklukan Cyprus. Sesuatu yang ia tunggu dua tahun lamanya sejak penaklukan Cyprus.

Abu Darda berkata saat Cyprus ditaklukan : “Ini adalah pemandangan yang tak menyenangkan bagiku, tetesan air mata tak kuasa kutahan, ketika jeritan dan rintihan memenuhi angkasa Cyprus. Para tawanan yang diseret-seret, perbudakan adalah masa depan mereka. Demikianlah nasib kesudahan bangsa yang melalaikan urusan Allah, mereka adalah bangsa kuat yang sanggup memakmurkan bumi, dan kini kelalaian pada hukum Allah menjadikan mereka bangsa yang diperbudak, bangsa yang Allah tak akan lagi menggunakan mereka untuk memperjuangkan kalimatNya”

Aisyah lalu memandangku dan berkata : “Wahai Asma, lihatlah potongan kalimat terakhir ini : bangsa yang Allah tak akan lagi menggunakan mereka untuk memperjuangkan kalimatNya. Tentang kita Asma, tentang bangsa Quraish bangsa Arab, Allah telah memberikan kemuliaan menjadikan manusia terbaik pilihannya berasal dari kita, bilakah tiba atau akankah datang masa ketidakpedulian pada urusan Allah menimpa bangsa kita?”

Aku tersenyum menjawab Aisyah : “Bagaimana dengan perkataan Rabbku : “Hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian dan Aku telah menyempurnakan bagi kalian, dan Aku telah ridhai islam menjadi agama kalian”

Mata Aisyah semakin mengerucut, dan menjawabku : “bagaimana dengan ayat ini: Dan hari kekuasaan itu dipergilirkan diantara manusia”

Aku menatap Aisyah, dalam hati kuberkata  ini adalah sesuatu yang sesungguhnya tiada bercampur aduk, “Wahai putri ayahku, yang dimaksudkan Abu Darda adalah tentang perbudakan, suatu bangsa besar seperti bangsa Yunani diperbudak. Jika bangsa arab sudah tak peduli lagi akan urusan Allah mungkin saja itu terjadi. Kekuasaan adalah satu sisi yang lain,  adapun ia adalah Allah pergilirkan sebagai ujian pada tiap-tiap ummat”

“Wahai Asma, tempat, waktu, manusia, kenapa Umar melarang Abu Darda tinggal di Homs dan menyuruhnya melakukan perjalanan hingga Damaskus dan menetap disana?”

“Lihatlah keseluruhan surat Umar, semoga Allah menyayanginya, pada Abu Darda. Kemampuan kita menempatkan suatu teks pada tempat dan waktu yang benar adalah hal yang dapat menjaga keberkahan hidup. Homs, kota tua, yang bangsa romawi menghiasnya dengan hiasan dunia. Lalu Allah telah mengizinkan kehancurannya. Abu Darda belum memilik sensitifitas seperti Umar, ketika ia menghias rumahnya dengan pagar dan sangkar-sangkar. Orang seperti Abu Darda tidak boleh melakukan yang demikian di kota Homs, ia mengundang kerusakan”

“Jadi benar adanya sikap Sa’id bin ‘Amir al Jumahi saat menjadi walikota Homs, hidup dalam kesederhanaan tanpa simbol-simbol kemegahan dan kedigjayaan”

“Lalu kita lihat kota Damaskus, dan apa yang Muawiyah lakukan di kota itu adakah teguran Umar sang pembeda kebenaran dan kebathilan yang dialamatkan pada Muawiyah”

“Ya, demikian yang aku pikirkan, tentang wahyu Allah dan sunnah baginda Rasulullah SAW, bagaimana keduanya dalam ruang, waktu, dan manusia, hingga manusia tidak tersesat dalam kehidupan” Aisyah mengangguk-angguk

Aku memperhatkan Urwah yang ada bersama kami, ia menyimak setiap perkataanku dengan bibinya, aku tahu sesungguhnya Aisyah telah mengetahui semua yang aku ungkapkan, ia hanya mengkonfirmasi pemikiranku, dan aku senang hati memperlihatkan ini semua didepan Urwah.

“Wahai Asma, aku mau bertanya padamu tentang satu hal lagi, saat itu saat kau katakan bahwa Abu Darda akan keluar dari Cyprus dengan selamat, bahwa ia berada pada garis takdir penjaga Al Qur’an dari Bani Khazraj, sesungguhnya apa yang engkau maksudkan?”

“lihatlah pada Aus, garis takdir mereka adalah Syahid, empat syuhada istimewa mereka miliki : Sa’ad Bin Mu’adz dimana arsy bergoncang dengan syahidnya, ada Hanzhalah bin ABi ‘Amir, dimana malaikat memandikan jenazah tubuh syahidnya, ada ‘Ashim bin ABi Tsabit, dimana daging tubuhnya terjaga dari pembusukan, Khuzaimah bin Tsabit, dimana syahidnya dihitung sebagai kesyahidan 2 orang, mendapat pahala dua orang syuhada”

Aisyah meandangku seakan berkata tak usah diteruskan aku mengerti sekarang “ya, ya, ya, dan suku Khazraj memiliki garis takdir para penjaga al Qur’an yang teristimewa, ada Ubay bin Ka’ab, Mu’adz bin Jabal, Zayd bin Tsabit, dan tentu saja suami Ummu Darda sang ilmu pengetahuan”

Suara Barirah memecahkan percakapan kami, ketika ia datang dengan berita membumbungnya ilmu ke angkasa hingga tak menjejak bumi lagi, Ubay Bin Ka’ab telah wafat. Berita yang membuat Aisyah meneteskan air mata.

“Ubay, wahai Asma, Ubay, lelaki yang namanya disebut oleh Allah. Aku melihat bagaimana bergetarnya kaki Ubay saat baginda Rasulullah menyampaikan bahwa Allah memerintahkannya agar mengajarkan surat al Bayyinah pada Ubay. Ubay meyakinkan pada Rasulullah :”Allah menyebut namaku?” Rasulullah menjawab “Ya”, Ubay menangis sejadi-jadinya, Tuhan semesta alam menyebut nama Ubay didepan utusannya terkasih”

Kami menanti berita berikutnya tentang shalat bagi jenazah Ubay, Aisyah lalu bertanya padaku tentang lamaran Abdullah bin Abi Rabi’ah al Makhzumy pada Khadijah putriku.

“Wahai Asma, Sudahkah ada kabar tentang kepulangan wali-wali Khadijah, siapakah yang akan datang lebih dulu?’

“Semuanya akan hadir dan menyaksikan pernikahan Khadijah. Aku mendapat kabar az Zubayr akan tiba dua hari lagi, dan saudara-saudara lelakinya nanti malam”

Aisyah lalu memanggil Barirah

“Wahai Barirah berita apa yang kau bawa dari rumah Utsman? Apa yang Utsman katakan akan pertanyaanku tentang istri barunya”

“Ohw Aisyah, bersaing dengan wanita arab Kilabiyah dari Iraq” aku meledek Aisyah

“Wahai Asma, ini tentang Amirul Mukminin, dengan gadis belasan tahun dari Iraq, seorang Nashrani yang kini telah masuk islam”

“Dan engkau gadis kurang dari belasan tahun mendampingi seorang manusia pilihan, seorang nabi yang mendapat wahyu dari Rabb semesta alam”

“aku seorang wanita Quraish, sebaik-baik wanita, begitulah yang Rasulullah sampaikan pada kita”

“dan ia seorang wanita Kilabiyah Aisyah, kerasnya kehidupan, tempaan didikan Kristen, kukira akan membuat dia menjadi wanita yang memiliki akal”

“Tetapi wahai Asma, yang memilihkan untuk Utsman adalah al Walid bin Uqbah bin Abi Mu’aith, itu adalah selera al Walid”

Barirah memotong “Khalifah Utsman menjawab ia adalah istrinya yang paling cerdas dari yang mendampinginya saat ini”

“dengarlah Aisyah, Utsman memberi kesaksian tentang kecerdasannya, Nailah putri al Farafishah adalah gadis cerdas”

Aisyah tersenyum mendengar pembelaanku bagi Nailah

“Wahai Barirah, apalagi pesan yang disampaikan Utsman untukku?”

“Tentang perseteruan Hudzaifah dan Ibnu Mas’ud, Amirul Mukminin akan membuat keputusan berdasarkan laporan dan pandangan Hudzaifah”

Aisyah mengangguk-angguk tanda persetujuan

“Wahai Asma jika kia telah menunaika hak jenazah menyolatkannya, maka kita akan menemui Hafshah putri Umar, kita akan membantu Utsman meyakinkan Hafshah agar menyerahkan Mushhaf yang ada ditangannya”

Aku menghela nafas, lalu aku berseloroh lirih “Ibnu Mas’ud, bacaan al Qur’annya adalah sebagaimana Rasulullah mendengar dari jibril”

Aisyah mendengar suara kecilku

“Wahai Asma, Dua puluh tahun sejak Rasulullah wafat, semua keadaan telah berubah. Saat Rasulullah hidup  jika Umar membaca al Furqan dengan suatu cara pembacaan huruf lalu seseorang lain membacanya dengan cara pembacaan huruf yang berbeda, mereka berdua dapat mengkonfirmasi pada Rasulullah. Dan kini Rasulullah tiada, hari ini Ibnu Mas’ud masih hidup, jika kita mendengar bacaan yang berbeda darinya, kita mempercayainya. Tapi jika Ibnu Mas’ud tiada, semua akan menjadi kacau balau”

“Jadi bijak menurutmu mengumpulkan pada satu bacaan?”

“Wahai Asma, satu bacaan yang kita membenarkannya, Utsman telah menghafal al Qur’an saat ayah kita, Abu Bakar dan ayah Hafshah, Umar tidak. Kita masih punya Zayd Bin Tsabit, aku yakin Utsman akan memilihnya memikul tanggung jawab ini”

“Legitimasi negara”

“sungguh wahai Asma, adalah lebih baik, daripada kita membuka peluang tangan-tangan kotor menulis sesuatu yang bukanlah al Qur’an. Setan-setan akan gentayangan menggoda kejahatan untuk berkata ini adalah bacaan sahabat fulan sementara fulan telah tiada dan kita tak bisa lagi mencari konfirmasi”

“Tapi Ibnu Mas’ud masih hidup melukai hatinya, jika kebenaran yang ia terima dari Rasulullah SAW tak kita anggap apa-apa”

“Wahai Asma, dengarlah, yang melakukan semua ini adalah Utsman bin Affan, Amirul Mukminin, Pemimpin kaum beriman. Jika aku yang melakukannya maka aku telah kurang ajar pada Ibnu Mas’ud. Tapi ini Utsman wahai Asma, ia sahabat yang telah dikabari surga, kemuliaannya melampaui kemuliaan Ibnu Mas’ud, Semoga Allah memberikan hidayah kepada semuanya”

“Zayd adalah kain putih, bersih, Perkataan Tuhanku menelusup daam kehatinya dimasa kanak-kanaknya”

“Kau telah mengerti wahai Asma, sesuatu yang dipandang Ibnu Mas’ud sebagai kekurangan Zayd adalah justru kelebihannya”

Barirah lalu menyela kami “Khalifah Utsman menyampaikan tugas penulisan Mushhaf al Quran akan dibebankan pada Zayd bin Tsabit sebagai ketua tim, yang anggotanya Abdullah putra Az Zubayr bin Awwam, juga Sa’id bin al ‘Ash, dan juga Abdurrahan Bin al Harits Bin Hisyam”

“Benarkah? Putraku? Sedemikiankah pengakuan Utsman pada kapasitas putraku” Aku bahagia dan memandang Urwah yang tampak kegirangan

“Wahai Asma, lihatlah tentang hakikatnya, tidak ada orang yang memanggimu Ummu Abdillah, tapi aku adalah Ummu Abdillah”

Aku mencubit Aisyah dan kami segera bergerak menuju mesjid hendak menyolatkan Ubay bin Ka’ab. Dan segera suasana terasa bagai kehilangan, Madinah bergoncang dengan perginya Ubay, angin bertiup dengan kencangnya, debu-debu menyampaian kabarnya duka kehidupan akan wafatnya seorang penghafal al Qur’an.