Terhempas Badai (Dua: Kegemparan Bermula)

Dua : Kegemparan bermula

Dua puluh tahun memendam rindu, ya, hampir dua puluh dia yang diliputi keselamatan dan kesejahteraan telah pergi dari suka duka kehidupan dunia. Derita kehilangan masih mendera hati-hati kami. Utusan Tuhan semesta yang mengasihi kami telah menyelesaikan tugas dengan gilang gemilang, ia meninggalkan kami agar kami dapat membuktikan pada dunia keabadian kasih sayangnya.

Ia manusia terpuji, semesta menyebut namanya, Sang Terpuji. Kehidupan dizamannya bukanlah kehidupan kesenangan, hidup bersamanya adalah gelombang masalah yang kemudian dapat ia selesaikan sesuai kemampuan manusia. Keistimewaannya adalah ketika kebijaksanaannya sanggup menuntun manusia melaksanakan kehendak langit dengan sederhana dan mudah diikuti.

Aku menyaksikan keputusan-keputusan kontroversial yang tidak disenangi pernah terjadi di zamannya. Kadang keputusan itu tidak memuaskan penghuni Madinah yang tak beriman padanya, dan pernah pula keputusannya membuat berduka keluarga-keluarga Madinah yang beriman padanya. Tapi itu semua bukan keputusannya sendiri, bukan berdasarkan hawa nafsunya. Ia adalah pembawa pesan Tuhan yang Maha Adil Maha Bijaksana.

Di suatu ketika tatkala luka uhud belum mengering, Yahudi Bani Nadhir akan mendapat hukumannya. Bani Nadhir melakukan pengkhianatan tak termaafkan. Bani Nadhir adalah bagian utuh masyarakat Madinah. Kami dengan mereka berbeda keyakinan, tapi telah bersumpah setia untuk membela tanah air yang sama, saling membantu dalam menghadapi permasalahan bersama.

Adalah seorang pria muslim Madinah membunuh dua orang lelaki yang telah dalam perlindungan Rasulullah. Denda untuk kasus pembunuhan (diyat) harus dibayarkan oleh kami penduduk Madinah pada keluarga korban. Denda yang sangat besar dimana denda untuk satu orang terbunuh adalah sejumlah 100 ekor unta, dan kesalahan seorang Muslim bernama ‘Amr Bin Umayyah harus kami tanggung bersama.

Rasulullah datang tak bersenjata menemui para pemimpin Bani Nadhir untuk meminta bantuan. Hari itu hari sabtu, ketika mulut manis kaum Yahudi menyatakan kesediaan untuk membantu pembayaran diyat, tetapi ternyata mereka menyiapkan perangkap pembunuhan terhadap Rasulullah. Niat busuk yang segera tersingkap, ketika malaikat jibril mengabarkan kebusukan para pemimpin Bani Nadhir. Mereka hendak menghantam kepala Rasulullah dengan batu, yang mereka lemparkan dari lantai dua tepat diatas kepala Rasulullah saat duduk bersama mereka. Rasulullah menyingkir dari tempat duduknya dan meninggalkan mereka sebelum peristiwa mengerikan itu terjadi.

Selamat dari rencana pembunuhan, Rasulullah mengutus Muhammad Bin Maslamah kepada mereka untuk membacakan sebuah ultimatum, bahwa komunitas Bani Nadhir harus keluar dari Madinah. Waktu yang diberikan untuk persiapan adalah 10 hari. Sesudah sepuluh hari, maka siapapun Bani Nadhir yang masih terlihat dirumahnya akan dihukum kehilangan nyawanya,

Ahh, Bani Nadhir, semestinya mereka tak semena-mena pada sesama penghuni Madinah, tidak melakukan pengkhianatan dengan melakukan rencana pembunuhan pada pemimpin kami. Tak ada lagi yang dapat diharapkan dari tetangga yang senang berkhianat, siapakah yang mau bertetangga dengan jenis manusia demikian? tatkala mereka ada disamping kita dan kita tak mendapatkan rasa aman atas kehormatan, harga diri, harta dan nyawa.

Abdullah bin Ubay hampir membuat perang pecah, ketika ia melakukan propaganda bahwa Bani Nadhir tak sendiri, ada ia dan pasukannya, lalu Bani Ghaththafan dan Bani Quraizhah yang siap mengangkat senjata demi keberadaan Bani Nadhir didalam kota Madinah. Sepuluh hari hampir berlalu tatkala Bani Nadhir tak menjumpai siapapun datang untuk mengokohkan keberadaan mereka di kota Madinah. Rasa takut mulai menyergap, apalagi Rasulullah dan pasukannya telah mengepung perkampungan Bani Nadhir.

Hiruk pikuk terjadi didalam perkampungan, pun dirumah-rumah kaum anshar. Banyak wanita-wanita anshar gelisah, anak-anak mereka berada dibalik benteng Bani Nadhir. Merupakan adat turun temurun anak-anak dari suku Aus dan Khazraj disusukan oleh wanita-wanita Yahudi, termasuk oleh wanita-wanita Bani Nadhir. Banyak pemuda Aus dan Khazraj memiliki kedekatan psikologis pada kabilah-kabilah yahudi, bahkan mengikuti agama mereka. Hingga ketika ultimatum mencapai masanya, bumi Madinah dihujani tangisan wanita Anshar yang anak-anak mereka memilih ikut keluarga susuan meninggalkan Madinah.

Hari itu diperkampungan Bani Nadhir asap mengepul dimana-mana, pohon-pohon kurma diluar benteng ditumbangkan dan dibakar. Seorang wanita berusaha menarik anaknya dari rombongan Bani Nadhir yang terusir. Anak itu meraung menolak tarikan ibunya. Keluarga perempuan itu mendatangi Rasulullah, ia mengadu “anak-anak kami, bagaimana anak-anak kami wahai Rasulullah? Mengapakah mereka ikut terusir bersama keluarga susuannya?”

Lalu datang keluarga lainnya dan lainnya, mencoba memaksa anak-anak mereka tinggal dikota Madinah. Keadaan yang semakin bertambah kacau ketika kobaran api yang semakin menyala-nyala dan suara pohon-pohon yang ditebang terhenti sejenak. Kaum yahudi Bani Nadhir melancarkan propaganda ditengah-tengah kegentingan.

Pohon-pohon kurma yang ditebang dan dibakar adalah suatu strategi pengepungan, ketika benteng-benteng mereka dikelilingi rimbunnya pohon-pohon kurma. Mereka mengirim juru bicara-juru bicara yang pandai bersilat lidah. Rasulullah mengeluarkan suatu perintah umum, agar pohon-pohon yang mesti ditebang, ditebang saja. Pelaksanaannya berbeda-beda, orang semisal Abdullah Bin Salam memperhatikan dua hal dalam penebangan pohon kurma yaitu letak dan jenis pohon, ia menebang pohon selain kurma ‘ajwah, ia berniat bahwa kurma ‘ajwah sebagai kurma terbaik harus dapat dinikmati kaum muslimin. Abu Laila memiliki timbangan yang sama, yaitu posisi pohon dan jenis pohon, namun ia justru menebang kurma ‘ajwah, tujuannya adalah agar hati orang-orang yahudi hancur melihat pohon-pohon yang mereka cintai rusak dan hangus terbakar. Jika demikian berat kecintaan orang-orang Yahudi pada kemegahan dunia, maka lebih besarlah kecintaan kami pada Rasulullah, mereka harus merasakan kepedihan yang bersemayam didalam hati kami jika rencana mereka membunuh Rasulullah berhasil.

Juru bicara propaganda bekerja ditengah kekacauan, mereka menebar issue bahwa kaum muslimin menyukai kerusakan, tidak mencintai lingkungan. Mereka berkata pembangunan dan perbaikan dikalangan ummat islam sekedar slogan semata. Propaganda yang berhasil ketika seketika pandangan dilayangkan ke seluruh area, tampak kerusakan dimana-mana. Hati kaum mukmininpun melemah, lalu kami menjadi berbantah-bantahan satu sama lain, satu pihak membenarkan perkataan orang Yahudi, dan pihak lainnya menyatakan ini adalah strategi menghancurkan musuh hingga kedasar kecintaan dan kebanggaannya.

Pemandangan yang semakin menyayat hati ketika disisi lain, jerit tangis wanita-wanita anshar meratapi pilihan anak-anak mereka, yang lebih memilih turut serta terusir dari kampung halaman.

Dalam kegelapan kepulan asap dan kesesakan dada, Rasulullah membawa keputusan Allah yang adil bagi kami. Penebangan pohon ataupun meninggalkannya tetap kokoh berdiri keduanya adalah diperbolehkan. Perintah Allah yang semakin membuat murka orang-orang yahudi dan membuat mereka memiliki amunisi yang semakin banyak untuk memperolok-olok kami.

Lalu keputusan bagi anak-anak anshar yang memilih terusir adalah tiada paksaan dalam beragama, ayat yang menorehkan duka dan menyedot seluruh pemahaman. Bagi kabilah-kabilah arab seorang anak sangat berharga, dan kini ratusan kesetiaan terlepas dari ikatan rahimnya. Keadilan kadang meninggalkan jejak kepedihan dalam jiwa, semoga upaya hati-hati manusia menyembuhkan kepedihan yang terjadi akibat tegaknya keadilan adalah sesungguhnya limpahan pahala dari Yang Maha Kuasa bagi jiwa-jiwa yang lemah dan penggugur dosa-dosanya.

Situasi yang demikian selalu berulang terjadi, dizaman ayahku, dizaman Amirul Mukminin Umar, dan kini dimasa dua cahaya. Lima tahun pertama kepemimpian Utsman Bin Affan seolah tanpa permasalahan kontroversi yang demikian, dan kini perjalanan waktu seakan telah mengantar kepada awal suatu kegemparan besar. Ya, aku telah berfirasat bahwa apa yang terjadi hari-hari ini adalah awal kegemparan.

Seorang wanita Juhainah melahirkan sesudah 6 bulan pernikahannya. Suaminya mengajukan tuntutan dan tuduhan atas kesucian istrinya. Khalifah Utsman telah memutuskan hukuman rajam bagi wanita itu. Berita akan keputusan yang kemudian menjadi gunjingan seantero kota, dan ketika permasalahan sampai ditelingan Ali dan Ibnu Abbas, suasana kontroversi semakin menjadi-jadi. Ali yang tidak mendengar langsung dari Sang Dua Cahaya pemimpin Kaum Mukminin segera bergegas menuju tempat eksekusi rajam, dan semua itu telah terlaksana. Ketika disisi lain Utsman pun mendengar pendapat Ibnu Abbas yang sama dengan pendapat Ali. Keduanya berkata bahwa waktu hamil dan menyusui itu adalah 30 bulan, dan al Qur’an menyebut bahwa kesempurnaan menyusui adalah 24 bulan, berarti sesingkat-singkatnya hamil adalah 6 bulan. Maka tidak bisa semena-mena dilayangkan tuduhan perzinahan bagi wanita yang mengalami kehamilan hanya 6 bulan setelah hari pernikahannya.

Situasi gaduh dalam perbincangan di masyarakat terjadi, apalagi saudari perempuan yang dirajam itu berkata bahwa saudarinya bersumpah, hanya suaminyalah satu-satunya lelaki yang pernah menyentuhnya, dan sang bayi yang telah berusia 2 tahun menampakkan tanda-tanda bahwa ia akan sangat mirip dengan ayahnya. Nyatalah di masyarakat bahwa keputusan Khalifah Utsman adalah keputusan kontroversi.

Aku meyakini ini adalah suatu pertanda akan tuduhan-tuduhan yang tidak benar pada khalifah Utsman, kritikan dan celaan atas keputusan-keputusan sang Dua Cahaya akan banyak didengar dan digunjingkan. Saat itu telah tiba, dan ini adalah awalnya, disinilah kegemparan bermula.

Leave a comment