Setan selalu mengintai, maka dari itu Baca Qur’an Harus Serius

Alhamdulillah,
Tilawah hari ini pas bagian surat Al Hajj ayat 52-53 membawa pada memahami Dua hal,
Dua Ilmu yang tertancap kuat hari ini : pertama khudz Al Kitaab bi quwwah … Belajar kitab Allah itu harus sangat serius, sepenuh daya upaya, trus harus serius membaca ta’awudz sebelum tilawah Al Qur’an …

Kedua : memahami bahwa generasi sahabat benar-benar generasi terbaik, ketika keimanan mereka diuji aneka prahara, yang ternyata bukan sekedar siksaan fisik dan psikis, tapi diuji dari arah pemikiran dan konsistensi,,, ketika wahyu Allah bagi orang-orang kafir tampak berubah-rubah dan tidak konsisten, Para sahabat Rasulullah tetap teguh dalam keimanan

Surat al hajj ayat 52-53 itu :

“Dan tidaklah Kami mengutus sebelum kamu seorang Rasul pun, dan tidak pula seorang nabi, kecuali ketika ia mengharapkan wahyu turun padanya, Setan turun melemparkan kata-katanya pada wahyu yg dinanti-nanti. Allah kemudian menghapus pencemaran yang setan lakukan, dan Allah menetapkan apa yang benar-benar merupakan ayat-ayatNya.
Allah Maha Mengetahui dan Maha Memutuskan.
Hal demikian dibiarkan terjadi, sebagai ujian bagi orang-orang yang dihatinya ada penyakit dan bagi mereka yang hatinya keras, Sesungguhnya orang-orang yang zhalim berada dalam kesesatan yang sangat jauh”

Wah membayangkan situasi saat itu, ketika terjadi ralat,
Riuh rendah, dan pastinya kaum mukminin menghadapi “bullying” hebat.

Jadi ayat ini , pertama menimbulkan tekad untuk menegakkan adab dalam membaca al Qur’an.

Tilawah Al Qur’an adalah satu waktu yang sangat istimewa,
Tatkala bibir dibasahi oleh gerakan membaca perkataan Allah Yang Maha Tinggi,

Ternyata setan ga tinggal diam,
Setiap kali manusia membaca Al qur’an ia akan mengintai melakukan godaan,

Dikisahkan para pemuka Quraisy menantang Rasulullah, bahwa mereka ingin menyaksikan bagaimana wahyu langsung turun pada Rasulullah,
Mereka pun berkumpul,
Waktu berjalan, semakin siang, semakin siang,
Orang semakin banyak berkumpul, dan matahari terus naik menuju puncaknya,
Ketika orang telah berdesakan,
Wahyu tidak kunjung turun juga,
Tatkala sumpah serapah mulai keluar dan terus keluar, bahwa Rasulullah berdusta, dan majelis hampir bubar,
Allah menurunkan surat An Najm
Rasulullah mulai membacakan, dan orang-orang Quraisy seksama mendengarkan,
Hingga tiba di ayat 19-20 :
“Apakah kalian tidak memperhatikan Latta dan ‘Uzza, dan Manat Tuhan Ketiga selain (dua yang disebut diawal)…

Setan kemudian menyelipkan dua ayat, membuat Rasulullah mengatakannya,
Dan Kaum Kafir Quraisy jelas mendengar selipan itu :
#Dan (ketiga hal itu : latta, ‘Uzza, Manat) adalah zat lembut yang memberi manfa’at pertama kali, #Sesungguhnya syafa’at (pertolongan) dari mereka bisa diharapkan”

Dua Selipan tadilah yang memukau orang-orang kafir sehingga turut sujud diakhir pembacaan surat An Najm.

Adapun dari sisi Rasulullah,
Rasulullah sangat galau hingga berkali-kali pingsan,
Rasulullah, tahu 2 ayat itu, jelas-jelas pastinya bukan firman Allah,
Rasulullah gelisah dan menyalahkan diri sendiri, bahwa telah mengatakan sesuatu yang bukan perkataan Allah…
Rasulullah baru dapat tenang setelah Allah menurunkan surat Al Hajj ayat 52-53 dan seterusnya…

Mari membaca Al Qur’an dengan memenuhi adab-adabnya,
Serius dalam membaca ta’awudz,
Setan terus mengintai agar kita mengatakan sesuatu yang tidak benar,

Jangan lengah, waspadalah-waspadalah

Plus salam takzhim dan penghormatan,
Bagi Para Sahabat Rasulullah, yang kokoh perkasa keimanannya,

Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali,
Para mubasysyir bi al jannah, para ahli perang badr, dan seterusnya,
Mereka sahabat setia Rasulullah,
Yang Allah telah meridhai mereka

Alhamdulillah atas ilmu hari ini

Antara Menakut-nakuti dan pentingnya menumbuhkan rasa takut

Bismillah,

Nikahnya aja belum, sudah memikirkan anak, hehe

semoga saja Allah mengaruniakan,

Salah satu ketakutan terbesar dalam membesarkan anak, adalah salah menempatkan “treatment”

Tidak boleh menakut-nakuti anak, tapi dalam dirinya harus tumbuh rasa takut,

takut pada apa?

kata-kata malam ini sangat berguna :

Kegembiraan akan melahirkan keta’atan, dan rasa takut akan membuatnya terhalang dari berbuat dosa

Jadi sumber keta’atan adalah adanya kegembiraan,

dan fungsi utama dari rasa takut adalah untuk menahan terjadinya perbuatan dosa

Bagaimana merangkai kaidah ini menjadi suatu pola parenting?

Kenapa “tilka ar rusulu” ? bukan “dzalika? ” atau “ulaaika” _(bahasan awal juz 3)

تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ مِنْهُمْ مَنْ كَلَّمَ اللَّهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ وَآتَيْنَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلَ الَّذِينَ مِنْ بَعْدِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَلَكِنِ اخْتَلَفُوا فَمِنْهُمْ مَنْ آمَنَ وَمِنْهُمْ مَنْ كَفَرَ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلُوا وَلَكِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ

Bismillah ar Rahmaan Ar Rahiim

awal juz 3 (surat Al Baqarah : ayat 253), bercerita tentang para Rasul, yang Allah bedakan derajat mereka satu sama lain.
Kenyataan bahwa para Rasul itu laki-laki, meninggalkan tanya, kenapa kata ganti penunjuk dalam ayat tersebut “tilka” dan bukan “ulaaika” atau “dzalika”

penjelasan yang paling gampang dicerna oleh saya, ada di tafsir “Nazhm ad Durar” karya Imam Al Biqqa’i.

Tilka : adalah kata ganti penunjuk bagi sesuatu yang jauh dan bersifat feminim

dalam kasus “tilka ar rusul” : kata “tilka” dipakai untuk menunjukkan betapa tinggi dan mulianya derajat para Rasul itu dan sangat jauh di atas derakat manusia lainnya. Posisi Kerasulan bukan posisi yang dapat diupayakan atau dijadikan ajang kompetisi untuk meraihnya.

dalam hal ini, memakai “tilka” sebagai penunjuk “jauh” dapat dipahami,

Akan tetapi kenapa harus memiliki sifat feminim?

Abu Al hasan Al Hirali memberikan penjelasan :
“Pemakaian Tilka dan bukan Ulaika adalah sebagai pembukaan atas kisah yang akan terjadi sesudah datangnya para Rasul, yaitu perpecahan ummat.

Satu kata yang bisa memiliki efek lahirnya sesuatu, maka kelahiran sesuatu itu memiliki urutan-urutan.
Setiap Rasul diutus pada ummat tertentu, disetiap ummat yang Rasul itu diutus ada yang beriman ada yang menentang, oleh karena itu kehadiran Rasul malahirkan tumbuhnya Ummat baru.

Ummat baru yang tumbuh ini sejatinya berada pada sifat “teguh dalam pendirian dan memiliki kontinuitas beramal”, tetapi ternyata ummat yang baru tumbuh ini punya potensi turun derajat menjadi memiliki sifat “berpecah belah dan terputus amalan”

maka tilka dipakai, makna pemakaian kata ganti penunjuk jauh adalah disebabkan ketinggian derajat para Rasul,
adapun kefeminiman dipakai bahwa objek utama perhatian disini bukan pada para Rasul, tetapi pada tingkah polah ummat dari para Rasul tersebut

Untuk lebih memahami hal ini,
harus membaca pada ayat-ayat sebelum ayat 253 dari surat Al Baqarah,
Surat Al Baqarah menceritakan laku lampah bani Israil, dimulai dari :

1. Minta adanya sembahan selain Allah (2:51)
2. Minta melihat Allah langsung (2:55)
3. kafir kepada tanda-tanda Allah, membunuh nabi, bermaksiat, melampaui batas (2:61)
4. Tidak mempelajari dan melaksanakan kitab dengan seluruh kemampuan, tenaga, kekuatan, dan daya upaya yang dimiliki (2 : 63-64)
5. Mengulur-ngulur pelaksanaan perintah Allah (2: 71)
6. Berbohong atas nama Allah, mengatakan apa yang mereka tulis berasal dari Allah, padahal berasal dari diri mereka sendiri (2: 79)
7. Keyakinan bahwa mereka tidak akan di adzab neraka (2:80)
8. Saling membunuh dan saling mengusir satu sama lain dari rumah-rumah dan kampung halaman (2:85)
9. Menjadikan ayat-ayat Allah sebagai alat merayu Allah untuk meraih kemenangan lalu mencampakkan ayat Allah sesudah menang ( 2:89)
10. Hanya mau beriman pada apa yang Allah turunkan langsung kepada mereka, tanpa mau beriman kepada apa yang jelas-jelas turun dari Allah, tetapi tidak diturunkan pada mereka (2: 91)
11. Mengikuti setan, belajar sihir (2;102)
12. Mengatakan bahwa Allah memiliki anak (2:116)
13. Suka mempertanyakan apa yang sebenarnya mereka ketahui (2 : 142 dan 2: 146)
14. menyembunyikan apa yang Allah turunkan (2:174)
15. Takut Mati (2:243)
16. Mengkhianati pemimpin (2:249)

dll, bisa jadi masih banyak laku lampah lain bani Israil yang disebut di surat Al Baqarah, namun belum saya cerna

Atas semua laku lampah yang buruk itu, maka keberadaan para Rasul yang mulia itu, menjadi tak memiliki manfa’at bagi mereka, mereka malah semakin terjerumus dalam perbedaan cara menyimpulkan teks-teks agama yang berujung saling berperang.

Untuk keluar dari stigma tilka, Allah memberi resep di surat Al An’am,
hal ini terlihat bahwa di surat Al An’am ayat 90 yang dipakai adalah “Ulaaika”
أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ

“Mereka adalah orang-orang yang Allah berikan petunjuk, maka dengan petunjuk yang mereka miliki itulah kamu mengambil teladan. Katakanlah (wahai Muhammad) : Aku tidak meminta pada kalian upah, sesungguhnya al Qur’an adalah peringatan bagi Semesta Alam”

4 April 2015, Rembulan kan menatap Sang Pencipta Semesta : Gerhana (إن شاء الله)

Dia masih sangat kecil, ya sangat kecil, tapi daya ingatnya luar biasa

Dalam usia belia, rentang 7-9 tahun, berhasil menghafal apa yang Rasulullah katakan

berhasil mengingat dan menceritakan kembali apa yang dilihatnya dari Rasulullah di rentang usia belia

105 Hadits diriwayatkan olehnya didalam musnad Imam Ahmad

pemuda belia itu, An Nu’man Bin Basyir, bayi pertama yang terlahir dari kalangan Anshar setelah hijrah Rasulullah.

Satu Hadits membuka spektrum pemahaman spektakuler, tentang gerhana,

ketika An Nu’man berkata :

انْكَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَخَرَجَ فَكَانَ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ وَيَسْأَلُ، وَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ وَيَسْأَلُ، حَتَّى انْجَلَتْ، فَقَالَ: ” إِنَّ رِجَالًا يَزْعُمُونَ أَنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ إِذَا انْكَسَفَ وَاحِدٌ مِنْهُمَا، فَإِنَّمَا يَنْكَسِفُ لِمَوْتِ عَظِيمٍ مِنَ الْعُظَمَاءِ، وَلَيْسَ كَذَلِكَ، وَلَكِنَّهُمَا خَلْقَانِ مِنْ خَلْقِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَإِذَا تَجَلَّى الله عَزَّ وَجَلَّ لِشَيْءٍ مِنْ خَلْقِهِ خَشَعَ لَهُ

Matahari mengalami gerhana di zaman Rasulullah _salam sejahtera baginya_ Rasulullah keluar dari rumahnya dan shalat dua raka’at, kemudian meminta kepada Allah, kemudian Shalat dua raka’at dan meminta kepada Allah, demikian yang dilakukannya hingga matahari kembali bersinar, kemudian Rasulullah berkata : sesungguhnya orang-orang ada yang berkata bahwa matahari dan rembulan mengalami gerhana jika ada orang yang diagungkan meninggal, sesungguhnya perkataan itu tidak benar.  Yang benar adalah bahwa matahari dan rembulan, keduanya ciptaan Allah yang Maha Tinggi Maha Agung, Maka jika Allah menampakkan Dzatnya pada sesuatu dari makhluqNya, makhluqNya akan tersungkur khusyu’ bersujud padaNya

Hadits tersebut terdapat di Musnad Imam Ahmad, Musnad Kufiyyin, no 18365

Hadits yang membuat jiwa terguncang, bergejolak, rasa takut berpadu rasa rindu

Ketika rembulan atau matahari, melihat keindahan penciptanya,

mereka tak sanggup menegakkan wajahnya,

maka mereka tersungkur kaku

dalam sujud mengagungkan Allah

oh suatu hadits indah dari seorang yang menjumpai Rasulullah di usia kanak-kanak

Fenomena alam, yang ilmu pengetahuan modern hanya mampu menjelaskan, bahwa gerhana terjadi saat bumi, matahari dan rembulan berada pada satu garis lurus

An Nu’man Bin Basyir menghadirkan sesuatu yang spektakuler dari sisi agama

berbeda dengan mitos-mitos pada berbagai budaya

dari hadits ini, kita bisa melihat bahwa dalam Islam

Gerhana terjadi karena Allah sedang menampakkan Dzatnya pada matahari atau pada rembulan,

Betapa nikmatnya, ketika kita mengetahui dengan pasti, saat keberadaan Allah disekitar bulan atau matahari

selang waktunya,

dan diselang waktu itu

kita bersujud pada Allah, berdzikir, berdo’a

dan kemudian setelah selesai gerhana  bersedekah

Tanggal 4 April 2015, ada gerhana bulan total (إن شاء الله), yang waktunya relatif panjang,

dari jam 17. 15 – 20.45

dan gerhana bulan totalnya dari jam 18.54-19.06

ohhh betapa indahnya shalat 12 menit, lalu meminta sebanyak-banyaknya kepada Allah, permintaan yang berkualitas

Tontonlah Mahabharata, Tontonlah Jodha Akbar

Bismillahirrahmaanirrahim

Pekan ini saya membaca artikel “Tidak ada Mahabharata di rumah kami”

Saya tidak membaca dengan seksama artikel tersebut, hanya sepintas lalu, dan segera menyimpulkan isinya.

Betul, bahwa banyak hal yang lebih bermanfa’at yang bisa dilakukan selain menonton

Tetapi kenyataan yang dihadapi adalah bahwa manusia itu senang menonton,

Pada akhirnya memilih tontonanlah yang harus dilakukan.

Saya mulai nonton Mahabharata sesudah tayangan Haji Muhyiddin dikurangi jam tayangnya,

Ibu saya penonton setia Haji Muhyiddin, sampai jam berapapun Haji Muhyiddin pasti ditontonnya.

Sekarang bersyukur Haji Muhyiddin hanya sebentar , jadi ibu saya lebih lama beristirahat disetiap malamnya.

Sejak saat itu, mulailah saya membaca dan menulis ditemani Jodha Akbar dan Mahabharata.

Tapi sekarang sudah tidak bila lagi nonton Jodha, karena Tukang Bubur geser lagi agak malam, tetap terkalahkan Tukang Bubur.

Ada Tiga pelajaran berharga yang saya dapat dari menonton Mahabharata dan Jodha Akbar

1. Semakin mengenal anatomi dari perlaku bernama “kesetiaan” dan “kejujuran”. Kalau melihat carut marut bangsa ini, maka kita melihat dua masalah ini adalah masalah krusial yang menimpa bangsa.

Dengan menonton Mahabharata semoga akan terngiang bagaimana berdarah-darah jiwa dan tubuh dalam menopang suatu janji setia dan kejujuran. Dan itulah yang sebenarnya harus terjadi.

Pernah baca pula suatu artikel yang merasa sinetron Jodha Akbar mendiskreditkan islam, karena menyatakan dipertontonkan oleh Jodha bahwa bangsa India hindu sangat setia dan memenuhi janji, adapun bangsa Mughal muslim hanya haus kekuasaan, saling menyingkirkan.

Tatkala potret buruk ada pada diri kita, adalah suatu kenyataan bahwa kejujuran telah hilang dari bangsa Indonesia yang mayoritas beragama islam, ketika kesetiaan sulit didapatkan.

Bersyukur bahwa agama Islam lahir ditanah Hijaz, dimana bangsa Quraisy adalah bangsa yang menjunjung tinggi kejujuran, menepati janji dan kata-kata.

Maka mari hiasi akhlaq kita dengan hal yang Allah sukai, kita jujur dan menepati janji, menjadikannya sebagai amal dengan berharap balasan dari Allah.

malu dong sama orang Hindu yang pada kenyataannya memang bisa memiliki kejujuran dan menepati janji, dengan suatu motif yang berbeda.

Alkisah bos saya pun, seorang muslim penderma luar biasa, yang membangun ratusan mesjid di seantero nusantara, membangun banyak ma’had bahasa arab, membangun rumah-rumah yatim, membangun pompa-pompa air bersih,

beliau dalam urusan bisnisnya  punya asisten kepercayaannya orang India yang beragama hindu,

dan sungguh untuk urusan amal saja, ia mendapati banyak kasus ketidakjujuran orang Indonesia.

Demikianlah hikmah pertama nonton Mahabharata, semakin mengenal kesetiaan, menepati janji, dan kejujuran, dan bahwa untuk melaksanakan semua itu diperlukan banyak pengorbanan

2. Berterimakasih kepada sastrawan Indonesia, yang melahirkan tokoh punakawan dalam wiracarita Mahabharata, kelak tokoh punakawan ini yang menjadi media dalam mengenalkan Allah pada bangsa Indonesia,

sebagaimana konsep sang hyang widi wasa yang hidup di indonesia, memudahkan untuk memperkokoh keyakinan tauhid.

Sehingga tampak Hindu di Indonesia jauh berbeda dengan kisah mitologi India

3. Berterimakasih kepada Katholik Roma

Alhamdulillah, dengan menonton Mahabharata tergambar perjuangan berat Kristen dalam menumpas mitologi Yunani

Awal mula bangsa yang terkristenkan adalah orang-orang Yunani, yang kemudian menyebar ke seluruh eropa dengan perkuatan dari kekuatan politik Romawi.

Perjuangan memurnikan tauhid , mengenalkan Allah pastilah perjuangan yang sangat sulit,

Apapun yang terjadi pada agama kristen sesudah berhasil mengenalkan Allah pada bangsa eropa, adalah suatu kenyataan yang AL Qur’an sangat berhati-hati dalam memberikan komentar.

Sultan Jalaluddin Muhammad Akbar, cucu dari Babur, kakek dari Shah Jahan pendiri Taj Mahal, pernah merasakan derasnya tarikan mitologi India, hingga beliau wafat dalam ketidakjelasan agama.

Kitab Mahabharata yang dibaca Jalal, dan Jodha istri jalal sebagai penyembah Krishna yang setia, membuat Jalal memiliki pemikiran sinkretisme.

Apa yang terjadi pada Katholik Romawi dalam masalah teologi dan konsep ketuhanan, adalah sesuatu yang akan mereka pertanggungjawabkan dihadapan Allah,

tetapi pada titik perang melawan mitologi dan paganisme, sungguh, agama Katholik Roma berhasil dengan gilang gemilang

Terhempas Badai (Dua: Kegemparan Bermula)

Dua : Kegemparan bermula

Dua puluh tahun memendam rindu, ya, hampir dua puluh dia yang diliputi keselamatan dan kesejahteraan telah pergi dari suka duka kehidupan dunia. Derita kehilangan masih mendera hati-hati kami. Utusan Tuhan semesta yang mengasihi kami telah menyelesaikan tugas dengan gilang gemilang, ia meninggalkan kami agar kami dapat membuktikan pada dunia keabadian kasih sayangnya.

Ia manusia terpuji, semesta menyebut namanya, Sang Terpuji. Kehidupan dizamannya bukanlah kehidupan kesenangan, hidup bersamanya adalah gelombang masalah yang kemudian dapat ia selesaikan sesuai kemampuan manusia. Keistimewaannya adalah ketika kebijaksanaannya sanggup menuntun manusia melaksanakan kehendak langit dengan sederhana dan mudah diikuti.

Aku menyaksikan keputusan-keputusan kontroversial yang tidak disenangi pernah terjadi di zamannya. Kadang keputusan itu tidak memuaskan penghuni Madinah yang tak beriman padanya, dan pernah pula keputusannya membuat berduka keluarga-keluarga Madinah yang beriman padanya. Tapi itu semua bukan keputusannya sendiri, bukan berdasarkan hawa nafsunya. Ia adalah pembawa pesan Tuhan yang Maha Adil Maha Bijaksana.

Di suatu ketika tatkala luka uhud belum mengering, Yahudi Bani Nadhir akan mendapat hukumannya. Bani Nadhir melakukan pengkhianatan tak termaafkan. Bani Nadhir adalah bagian utuh masyarakat Madinah. Kami dengan mereka berbeda keyakinan, tapi telah bersumpah setia untuk membela tanah air yang sama, saling membantu dalam menghadapi permasalahan bersama.

Adalah seorang pria muslim Madinah membunuh dua orang lelaki yang telah dalam perlindungan Rasulullah. Denda untuk kasus pembunuhan (diyat) harus dibayarkan oleh kami penduduk Madinah pada keluarga korban. Denda yang sangat besar dimana denda untuk satu orang terbunuh adalah sejumlah 100 ekor unta, dan kesalahan seorang Muslim bernama ‘Amr Bin Umayyah harus kami tanggung bersama.

Rasulullah datang tak bersenjata menemui para pemimpin Bani Nadhir untuk meminta bantuan. Hari itu hari sabtu, ketika mulut manis kaum Yahudi menyatakan kesediaan untuk membantu pembayaran diyat, tetapi ternyata mereka menyiapkan perangkap pembunuhan terhadap Rasulullah. Niat busuk yang segera tersingkap, ketika malaikat jibril mengabarkan kebusukan para pemimpin Bani Nadhir. Mereka hendak menghantam kepala Rasulullah dengan batu, yang mereka lemparkan dari lantai dua tepat diatas kepala Rasulullah saat duduk bersama mereka. Rasulullah menyingkir dari tempat duduknya dan meninggalkan mereka sebelum peristiwa mengerikan itu terjadi.

Selamat dari rencana pembunuhan, Rasulullah mengutus Muhammad Bin Maslamah kepada mereka untuk membacakan sebuah ultimatum, bahwa komunitas Bani Nadhir harus keluar dari Madinah. Waktu yang diberikan untuk persiapan adalah 10 hari. Sesudah sepuluh hari, maka siapapun Bani Nadhir yang masih terlihat dirumahnya akan dihukum kehilangan nyawanya,

Ahh, Bani Nadhir, semestinya mereka tak semena-mena pada sesama penghuni Madinah, tidak melakukan pengkhianatan dengan melakukan rencana pembunuhan pada pemimpin kami. Tak ada lagi yang dapat diharapkan dari tetangga yang senang berkhianat, siapakah yang mau bertetangga dengan jenis manusia demikian? tatkala mereka ada disamping kita dan kita tak mendapatkan rasa aman atas kehormatan, harga diri, harta dan nyawa.

Abdullah bin Ubay hampir membuat perang pecah, ketika ia melakukan propaganda bahwa Bani Nadhir tak sendiri, ada ia dan pasukannya, lalu Bani Ghaththafan dan Bani Quraizhah yang siap mengangkat senjata demi keberadaan Bani Nadhir didalam kota Madinah. Sepuluh hari hampir berlalu tatkala Bani Nadhir tak menjumpai siapapun datang untuk mengokohkan keberadaan mereka di kota Madinah. Rasa takut mulai menyergap, apalagi Rasulullah dan pasukannya telah mengepung perkampungan Bani Nadhir.

Hiruk pikuk terjadi didalam perkampungan, pun dirumah-rumah kaum anshar. Banyak wanita-wanita anshar gelisah, anak-anak mereka berada dibalik benteng Bani Nadhir. Merupakan adat turun temurun anak-anak dari suku Aus dan Khazraj disusukan oleh wanita-wanita Yahudi, termasuk oleh wanita-wanita Bani Nadhir. Banyak pemuda Aus dan Khazraj memiliki kedekatan psikologis pada kabilah-kabilah yahudi, bahkan mengikuti agama mereka. Hingga ketika ultimatum mencapai masanya, bumi Madinah dihujani tangisan wanita Anshar yang anak-anak mereka memilih ikut keluarga susuan meninggalkan Madinah.

Hari itu diperkampungan Bani Nadhir asap mengepul dimana-mana, pohon-pohon kurma diluar benteng ditumbangkan dan dibakar. Seorang wanita berusaha menarik anaknya dari rombongan Bani Nadhir yang terusir. Anak itu meraung menolak tarikan ibunya. Keluarga perempuan itu mendatangi Rasulullah, ia mengadu “anak-anak kami, bagaimana anak-anak kami wahai Rasulullah? Mengapakah mereka ikut terusir bersama keluarga susuannya?”

Lalu datang keluarga lainnya dan lainnya, mencoba memaksa anak-anak mereka tinggal dikota Madinah. Keadaan yang semakin bertambah kacau ketika kobaran api yang semakin menyala-nyala dan suara pohon-pohon yang ditebang terhenti sejenak. Kaum yahudi Bani Nadhir melancarkan propaganda ditengah-tengah kegentingan.

Pohon-pohon kurma yang ditebang dan dibakar adalah suatu strategi pengepungan, ketika benteng-benteng mereka dikelilingi rimbunnya pohon-pohon kurma. Mereka mengirim juru bicara-juru bicara yang pandai bersilat lidah. Rasulullah mengeluarkan suatu perintah umum, agar pohon-pohon yang mesti ditebang, ditebang saja. Pelaksanaannya berbeda-beda, orang semisal Abdullah Bin Salam memperhatikan dua hal dalam penebangan pohon kurma yaitu letak dan jenis pohon, ia menebang pohon selain kurma ‘ajwah, ia berniat bahwa kurma ‘ajwah sebagai kurma terbaik harus dapat dinikmati kaum muslimin. Abu Laila memiliki timbangan yang sama, yaitu posisi pohon dan jenis pohon, namun ia justru menebang kurma ‘ajwah, tujuannya adalah agar hati orang-orang yahudi hancur melihat pohon-pohon yang mereka cintai rusak dan hangus terbakar. Jika demikian berat kecintaan orang-orang Yahudi pada kemegahan dunia, maka lebih besarlah kecintaan kami pada Rasulullah, mereka harus merasakan kepedihan yang bersemayam didalam hati kami jika rencana mereka membunuh Rasulullah berhasil.

Juru bicara propaganda bekerja ditengah kekacauan, mereka menebar issue bahwa kaum muslimin menyukai kerusakan, tidak mencintai lingkungan. Mereka berkata pembangunan dan perbaikan dikalangan ummat islam sekedar slogan semata. Propaganda yang berhasil ketika seketika pandangan dilayangkan ke seluruh area, tampak kerusakan dimana-mana. Hati kaum mukmininpun melemah, lalu kami menjadi berbantah-bantahan satu sama lain, satu pihak membenarkan perkataan orang Yahudi, dan pihak lainnya menyatakan ini adalah strategi menghancurkan musuh hingga kedasar kecintaan dan kebanggaannya.

Pemandangan yang semakin menyayat hati ketika disisi lain, jerit tangis wanita-wanita anshar meratapi pilihan anak-anak mereka, yang lebih memilih turut serta terusir dari kampung halaman.

Dalam kegelapan kepulan asap dan kesesakan dada, Rasulullah membawa keputusan Allah yang adil bagi kami. Penebangan pohon ataupun meninggalkannya tetap kokoh berdiri keduanya adalah diperbolehkan. Perintah Allah yang semakin membuat murka orang-orang yahudi dan membuat mereka memiliki amunisi yang semakin banyak untuk memperolok-olok kami.

Lalu keputusan bagi anak-anak anshar yang memilih terusir adalah tiada paksaan dalam beragama, ayat yang menorehkan duka dan menyedot seluruh pemahaman. Bagi kabilah-kabilah arab seorang anak sangat berharga, dan kini ratusan kesetiaan terlepas dari ikatan rahimnya. Keadilan kadang meninggalkan jejak kepedihan dalam jiwa, semoga upaya hati-hati manusia menyembuhkan kepedihan yang terjadi akibat tegaknya keadilan adalah sesungguhnya limpahan pahala dari Yang Maha Kuasa bagi jiwa-jiwa yang lemah dan penggugur dosa-dosanya.

Situasi yang demikian selalu berulang terjadi, dizaman ayahku, dizaman Amirul Mukminin Umar, dan kini dimasa dua cahaya. Lima tahun pertama kepemimpian Utsman Bin Affan seolah tanpa permasalahan kontroversi yang demikian, dan kini perjalanan waktu seakan telah mengantar kepada awal suatu kegemparan besar. Ya, aku telah berfirasat bahwa apa yang terjadi hari-hari ini adalah awal kegemparan.

Seorang wanita Juhainah melahirkan sesudah 6 bulan pernikahannya. Suaminya mengajukan tuntutan dan tuduhan atas kesucian istrinya. Khalifah Utsman telah memutuskan hukuman rajam bagi wanita itu. Berita akan keputusan yang kemudian menjadi gunjingan seantero kota, dan ketika permasalahan sampai ditelingan Ali dan Ibnu Abbas, suasana kontroversi semakin menjadi-jadi. Ali yang tidak mendengar langsung dari Sang Dua Cahaya pemimpin Kaum Mukminin segera bergegas menuju tempat eksekusi rajam, dan semua itu telah terlaksana. Ketika disisi lain Utsman pun mendengar pendapat Ibnu Abbas yang sama dengan pendapat Ali. Keduanya berkata bahwa waktu hamil dan menyusui itu adalah 30 bulan, dan al Qur’an menyebut bahwa kesempurnaan menyusui adalah 24 bulan, berarti sesingkat-singkatnya hamil adalah 6 bulan. Maka tidak bisa semena-mena dilayangkan tuduhan perzinahan bagi wanita yang mengalami kehamilan hanya 6 bulan setelah hari pernikahannya.

Situasi gaduh dalam perbincangan di masyarakat terjadi, apalagi saudari perempuan yang dirajam itu berkata bahwa saudarinya bersumpah, hanya suaminyalah satu-satunya lelaki yang pernah menyentuhnya, dan sang bayi yang telah berusia 2 tahun menampakkan tanda-tanda bahwa ia akan sangat mirip dengan ayahnya. Nyatalah di masyarakat bahwa keputusan Khalifah Utsman adalah keputusan kontroversi.

Aku meyakini ini adalah suatu pertanda akan tuduhan-tuduhan yang tidak benar pada khalifah Utsman, kritikan dan celaan atas keputusan-keputusan sang Dua Cahaya akan banyak didengar dan digunjingkan. Saat itu telah tiba, dan ini adalah awalnya, disinilah kegemparan bermula.

Imam Nawawy

Bismillahirrahmaanirrahim

Pagi tadi nonton Indahnya Islam

edisi nya tentang “pernikahan”
Bahasan asyik, yang lumayan berbobot disajikan oleh ustadz Maulana,

sedikit terganggu dengan ustadzah tamu “Oki Setiani Dewi” dengan beberapa statementnya
diantaranya pengutipan “semisal Imam Nawawi tidak menikah karena sibuk menuntut ilmu”
saya tahu, kutipan itu pasti ada sumbernya.

Tapi itu adalah kutipan singkat yang bisa membuat orang berpersepsi bahwa ada kontradiktif antara kehidupan “pernikahan” dan “menuntut ilmu”

Imam Nawawi, kalau kita menelisik bukunya, baik bahasan fiqh, bahasan hadits, dan lainnya, tentu akan kita dapati pemahaman mendalam akan “urgensi” pernikahan, arti dan makna penting pernikahan bagi kehidupan.

Imam As Sakhawiy punya satu tulisan biografi khusus Imam Nawawy (kitab : Al Minhal Al ‘Adzbu Ar Rawiy fi Tarjamati Quthb Auliya an Nawawy) menulis satu paragraf bahwa “imam Nawawy tidak menikah karena kesibukannya untuk ilmu dan berkarya”
Tetapi Imam As Sakhowy tidak menjadikan paragraf tersebut sebagai paragraf tunggal. Paragraf tersebut ada sesudah menceritakan kisah hidupnya sejak kecil, dimana

1. masa kecil Imam An Nawawy adalah masa “terasing”, ia sepi di keramaian. Semenjak kecil tak ada seorang pun yang senang bermain dengannya, jika beliau nimbrung bermain maka anak-anak akan segera menghindar tunggang langgang.
2. Saat di usia 7 tahun, di malam 27 bulan Ramadhan , beliau melihat rumahnya berkilauan cahaya, langit penuh cahaya. Sesuatu yang tidak bisa dilihat ayah dan ibunya. Ayahnya berkeyakinan bahwa itu adalah malam lailatul qadar

Dua peristiwa yang sangat berpengaruh pada pembentukan karakter, Imam an Nawawy terasing dari rekan sebaya, tentu ada sebabnya. Jika nabi Yahya tidak bermain dimasa kecil karena memang tidak menyenangi bermain, maka kisah menyebutkan ada keinginan bermain yang dimiliki Imam Nawawi tetapi “anak-anak zamannya” menjauhinya, dan membuatnya menangis.
Dalam tulisan geografi ala arab, sering kita temukan ciri-ciri wajah. Dalam kisah Imam an Nawawy tidak terdapat ciri-ciri fisik.

Plus ditambah anugerah “penglihatan” yang lebih kuat, cahaya malam lailatul qadar telah masuk dalam dirinya, sehingga kuat melakukan hal-hal serius dalam jangka waktu lama, semisal belajar nonstop berbulan-bulan.
Kekuatan yang menjadikannya semakin terpencil dari pergaulan rekan-rekan sebaya.

Hingga seorang ulama bernama Yasin menyadari kekuatan yang dimiliki Imam Nawawy dalam hal-hal serius , dan memotivasinya untuk terus belajar dan belajar.

Pada usia 19 tahun pindah dari nawa ke pusat Damaskus.Tinggal di tanah dekat madrasah Ar Ruhiyyah di Damaskus, di sebuah rumah yang sangat sederhana.

Tahun 651, atau pada saat berusia 20 tahun, Imam Nawawy pergi haji bersama ayahnya, dan sakit sepanjang perjalanan hajinya.

Setelah itu Imam Nawawy berguru pada banyak ulama, membaca aneka buku, menamatkannya, membenarkan bacaannya, diuji pemahaman-pemahamannya.

Semua apa yang dipelajari membuatnya meninggalkan banyak hal
1. Imam Nawawiy tidak makan kecuali apa yang disediakan orang tuanya
2. Makan 1 kali sesudah shalat isya
3. Minum 1 kali diwaktu sahur
4. Sama sekali tidak memakan buah-buahan dari tanah Syam, dengan alasan bahwa mayoritas tanah di Syam bersifat waqaf, pengelolaan yang tidak sesuai syariah islam menyebabkan hasil-hasil buminya tidak terjamin kehalalannya

Imam An Nawawy meniti penghidupan yang sulit, dan sangat berhati-hati dalam memasukkan makanan ke tubuhnya,
pun mengenakan pakaian ditubuhnya, dengan kain yang sangat sederhana, kasar.
bahkan tidak masuk ke kamar mandi umum, yang dimasa itu “al hammam” atau kamar mandi umum adalah semisal spa zaman kini, tempat bersolek diri agar bersih, ganteng, sedap dipandang dan bertukar banyak informasi.

Atas cara hidup yang demikian, para ahli biografi, semisal Imam Adz Dzahabiy menyatakan bahwa “Imam An Nawawy meninggalkan semua kelezatan kehidupan dunia”

Dari semua paparan itu, statement “tidak menikah karena mengutamakan ilmu”, jika tidak melihat komprehensif cerita, sangat terasa mengkontradiktifkan antara menikah dan mencari ilmu serta menyebarkannya.

Kondisi tidak menikahnya Imam An Nawawy, berdasar kesimpulan saya adalah KOMPLEKSITAS dari keadaan pribadi dan kondisi sosial budaya masyarakat zamannya.

“Yang saya bayangkan kita tidak “mudah melakukan simplifikasi”, membaca sesuatu kesimpulannya saja, melupakan “jalan cerita”, yang pada gilirannya bisa membuat kita salah membuat langkah.

Wallahu ‘Alam Bish Showab

Kewajiban Seorang Muslim pada Negerinya (1)

Bismillahirrahmaanirrahin

Fase Mekkah,
Semakin ditadabburi, semakin melahirkan decak kagum, dan melahirkan kefahaman.

13 tahun dakwah Mekkah, berbalut kesabaran

Dakwah Islam hadir pertama kali, hadir pada masyarakat tanpa raja.
Masyarakat Mekkah tegak diatas kepemimpinan kolektif kabilah-kabilah Quraisy.
Dimana semakin kuat suatu kabilah, semakin didengar suara kabilah tersebut dalam menentukan sikap politik Mekkah.
Kekuatan kabilah ditentukan oleh :
1. Peranan Kabilah terkait ka’bah dan urusan Mekkah
2. Jumlah anggota kabilah
3. Harta kekayaan

Pada masyarakat Mekkah yang demikian, dakwah islam dimulai

Rasulullah memulai dakwahnya dengan seruan kalimat tauhid :
Tiada ilaah (sembahan) kecuali Allah.

Dan pernyataan keimanan atas kenabian, bahwa “Muhammad adlah nabi dan utusan Allah”

Suatu seruan yang dipahami masyarakat Mekkah sebagai seruan menyeluruh yang menyerang sendi-sendi “kekuasaan”
Dimana loyalitas kesetiaan pada kelompok kabilah akan bergeser kepada kesetiaan loyalitas pada agama.

Ketakutan kehilangan kekuasaan segera menyergap para penguasa Mekkah.

Ketakutan yang pada kenyataan tidak terbukti, sebab Rasulullah memfokuskan dakwah pada :

1. Pemurnian ritual penyembahan, bahwa menyembah Allah haruslah dengan cara yang Allah ridhai, sebagaimana cara yang Allah ajarkan.
Shalat telah diajarkan jibril sejak pertama kali wahyu turun

2. Mengubah mindset.
Masyarakat Mekkah adalah masyarakat “kelas dua”. Masyarakat yang tidak berani bermimpi besar, tidak memiliki daya saing melawan kebudayaan adidaya.
Mindset lemah ini dikikis habis Rasulullah,
Maka cita yang digelorakan adalah “kita akan menaklukan Romawi dan Persia”
Perhatikanlah gelora semangat ini “menaklukan Romawi dan Persia”
Seruan Rasulullah sama sekali bukan “mengislamkan Mekkah, atau merebut kekuasaan politik Mekkah”

3. Mengubah pandangan hidup.
Bahwa hidup bukan hanya di dunia, tetapi ada kehidupan sesudah mati. Manusia akan dibangkitkan dihari kemudian

Adapun bidang sosial politik, secara lebih mendetil terjabarkan pada sikap-sikap spesifik.

Dalam bidang sosial Rasulullah mengajarkan 4 sikap
1. Menjaga dan mendorong akhlaq mulia yang dimiliki masyarakat Mekkah

2. Mendukung pranata dan peristiwa sosial yang bertujuan menjaga keluhuran masyarakat, seperti pernikahan

3. Memerangi pranata dan peristiwa sosial yang bertentangan dengan ajaran islam, seperti : zina

4. Mendiamkan (sementara) pranata dan peristiwa sosial yang bertentangan dengan ajaran islam, seperti minum khamr, riba

Dalam bidang politik, atau kekuasaan,
Masa Mekkah mengajarkan bersikap elegan

Rasulullah adalah anggota masyarakat Mekkah, yang ta’at kepada konsensus masyarakat zamannya.

Dakwah Islam adalah dakwah anti “pemberontakan”
Kita mendapati bahwa saat dakwah merebak, para kepala kabilah tidak menerima, dan lalu melancarkan siksaan dan kekerasan,
Seruan Rasulullah kepada para sahabat adalah bersabar
Bukan seruan perlawanan, bukan seruan angkat senjata.

Kenapa?

Keta’atan Rasulullah pada norma-norma kekuasaan zamannya benar-benar ditunjukkan,

Bani Hasyim melindunginya, apapun agama mereka,
Muththalib yang saudara Hasyim, keturunan mereka, turut melindungi nabi Muhammad.
Kekuasaan zaman itu adalah kekuasaan kabilah, tidak ada yang berani melanggar batas-batas kekuasaan masing-masing.

Ketika kabilah-kabilah bersepakat memboikot Bani Hasyim dan Bani Muththalib.
Tidak boleh berdagang, tidak boleh menikahi, dan tidak boleh bersumpah setia pada Bani Hasyim.
Bani Hasyim tidak dapat mengelak dari kesepakatan itu.
Tunduk pada apa yang menjadi ketetapan, tidak memberontak, tidak membangkang.
3 tahun lamanya Bani Hasyim dan Bani Muththalib hidup penuh derita dan kesengsaraan.

Abu Bakar dan Umar adalah anggota masyarakat Mekkah pula, ta’at pada konsensus masyarakat. Maka mereka tak berjualan dengan Bani Hasyim.
Yang dilakukan keduanya adalah “bantuan sosial”, yang bantuan sosial ini pun kerap digagalkan oleh musuh dakwah, semisal Abu Jahal.

Pengakuan atas otoritas Mekkah kembali ditunjukkan nabi Muhammad sesudah peristiwa Thaif.

Sesudah wafat Khadijah dan Abu Thalib, Rasulullah semakin terhimpit.
Terlebih-lebih setelah Allah memberikan anugerah pada Rasulullah berupa peristiwa isra dan mi’raj.
Banyak ummat Islam murtad dan ragu atas keimanan mereka.
Kondisi yang benar-benar menyempitkan, menyudutkan Rasulullah, hingga Rasulullah keluar dari Mekkah.

Keluar dari daerah otoritas dan perlindungan di zaman itu, mesti jelas, apa maksud dan tujuannya, berniagakah? Melancongkah? Negosiasikah? Atau keluar dengan maksud dan tujuan politik?
Setiap keluar area memiliki konsekuensi masing-masing.

Keluarnya Rasulullah dari Mekkah saat itu, dan berlabuh di kota Thaif, adalah mencari suaka politik.
Tempat berteduh yang nyaman bagi menjalankan keyakinan dan dakwah Islam.

Tetapi Thaif menolak Rasulullah.

Kembali ke Mekkah setelah keluar dengan tujuan politik tertentu bukanlah hal yang mudah.
Keluar ke Thaif telah menghilangkan kuasa perlindungan Bani Hasyim,
Kabilah-kabilah lawan akan bebas menyakitinya.

Maka jaminan keamanan di cari Rasulullah,
Dan Rasulullah mendapat jaminan keamanan dari Muth’im Bin ‘ady tetangga Rasulullah yang berasal dari Bani Umayyah, yang kafir dan wafat dalam keadaan kafir.

Peristiwa Boikot dan kembalinya Rasulullah ke Mekkah dari Thaif, memperlihatkan bahwa Rasulullah mengakui norma kekuasaan yang berlaku.

Tak ada pemberontakan bersenjata,
Tak ada kekacauan,
Yang ada adalah kesabaran dan keteguhan dalam mempertahankan keyakinan, keteguhan menjalankan ritual, keteguhan menjunjung akhlaq mulia di tengah himpitan dan kesulitan.

Kisah pengakuan dan penghormatan atas kekuasaan ini, ditemukan dalam kisah Nabi Musa dan Fir’aun.
Bani Israil adalah budak tertindas pada masyarakat Mesir.
Saat nabi Musa diperintah Allah membawa keluar Bani Israil dari Mesir,
Yang pertama dilakukan nabi Musa adalah meminta izin pada Fir’aun, penguasa Bani Israil saat itu.

Atas kesabaran ini, jalan keluar apakah yang ditempuh?

Apakah menanti hingga manusia beriman seluruhnya? Atau minimal rakyat daerah otoritas tertentu meminta perubahan?

Perjalanan para nabi-nabi dan dakwah islam telah memperlihatkan,
Bahwa adanya mayoritas pendukung pemikiran dakwah, sebelum penaklukan adalah tidak mungkin,
Para nabi-nabi didustakan kaumnya, lalu apakah para da’I pewaris nabi akan menemukan hanya penerimaan dalam dakwahnya?

Tersebab suatu garis tabi’at perjuangan,
Harus ada penaklukan dan kemenangan, hingga manusia melihat, mendukung ide dan pemikiran,
Pun itu semua dengan menghadapi musuh-musuh ideologi dan pemikiran.
Karena manusia berbeda-beda, pemikiran, ide, kecenderungan,
juga ada ego dan persaingan.

Penaklukan adalah berarti juga adanya kekuasaan,

Hal-hal yang selalu memilki batasan,
Harus berkuasa tapi tak boleh memberontak.
Memperoleh kekuasaan di Mekkah bukanlah hal mudah,
Kalaupun dahulu di awal dakwah pernah para pembesar quraisy akan legowo menyerahkan kekuasaan kepada Rasulullah,
Tetapi itu adalah kekuasaan bersyarat,
Syarat yang Rasulullah tak kan pernah memenuhinya, yaitu syarat menanggalkan dakwah tauhid, dan menghentikan kata-kata melemahkan berhala-berhala sembahan..

Lalu apa jalan keluar yang Allah berikan atas kesabaran?

Perlahan tabir janji tersingkap,
Allah telah menjanjikan Yatsrib menjadi kota nabi, tetapi apa dan bagaimana adalah kegelapan,

Hingga di tahun 11 kenabian, secara terpisah 5-7 orang Yatsrib menyatakan keimanannya dan berjanji kembali di musim haji tahun berikutnya.
Di tahun 12 kenabian, ada 12 orang Yatsrib bersumpah setia pada ajaran agama islam dan berjanji kembali di musim haji tahun berikutnya
Di tahun 13 kenabian, ada 72 orang Yatsrib bersumpah setia membela dakwah Islam, setia pada Rasulullah hingga titik darah penghabisan. Berdamai dan berperang atas nama Rasulullah.
Janji tahun 13 ini dikenal dengan bai’ah aqabah kedua.
Sumpah setia yang menyatakan bahwa teritorial Medinal adalah dibawah kekuasaan Rasulullah.

Perang berbeda dengan pemberontakan,
Dalam berperang, masing-masing pihak berperang memiliki wilayahnya masing-masing, perang antara dua kekuatan setara.

Ba’iat aqabah kedua juga menunjukkan, keluarnya Rasulullah dari otoritas Bani Hasyim, dan kemudian memiliki kekuasaannya sendiri, dengan jaminan 72 orang Yatsrib.
Ke 72 orang Yatsrib bukanlah seluruhnya pemimpin kaum,
Tetapi Yatsrib persis seperti Mekkah, kekuasaan ada ditangan kabilah-kabilah, jika mayoritas kabilah telah memutuskan maka kabilah yang tidak menerima harus menghormati.
Kekuasaan mayoritas.

Maka dimalam ba’iat aqabah, saat Rasulullah melepaskan diri dari loyalitas Bani Hasyim, yang mengantarnya bukanlah sahabatnya yang beriman padanya,
tetapi pamannya al abbas yang saat itu belum masuk islam.
Al abbas memastikan bahwa keponakannya berada dalam keamanan dan perlindungan.

Kekuasaan atas Madinah di genggam Rasulullah sebelum mayoritas masyarakat Madinah memeluk islam,
Dalam asbabun nuzul banyak ayat Al Qur’an, kita temui bahwa masyarakat madinah adalah masyarakat majemuk, muslim, musyrik dan yahudi bercampur jadi satu.

Jaminan dari 72 orang suku aus dan khajraz, menjadi sendi awal kekuasaan Rasulullah atas negara Madinah.

Tidak ada pemberontakan,

Tentang kekuasaan,
Semua mengalir sesuai dengan norma masyarakat yang berlaku

Norma-norma masyarakat yang berjalan sesuai dengan kehendak Allah,
Bahwa Allah memberikan kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki dan mencabut dari siapa yang dikehendaki

Aku terlahir di Indonesia,
Terlahir saat negeri dibawah kekuasaan presiden suharto
Dengan suatu sistem bernama demokrasi
Aku seorang muslim,
Setia pada negeriku,
Memperjuangkan ideologi dan keyakinanku,
Menjadi seorang muslim di Indonesia,
Berpartisipasi dalam bahagia dan sedihnya, mencegah kemundurannya dan berjuang bagi kemajuannya.

Indonesia, negera yang didirikan atas dasar kesetaraan manusia berbagai agama,
Dan Allah telah mengizinkan berdirinya hingga lebih 60 tahun,
Memberi kuasa pada siapa yang dikehendakiNya dan mencabut dari siapa yang dikehendakiNya.

Sebagai muslim bertarung memperjuangkan ideologi dan keyakinan, agar diterima banyak kalangan,
Berjuang agar setiap syari’ah Allah dapat diterima menjadi perundang-undangan,
Diperjuangkan melalui parlemen,
Menghindari pertumpahan darah,
Menghargai hak hidup setiap manusia

Wallahu ‘alam bish showab

Ayat yang menguji hingga ia pun murtad

Bismillahirrahmaanirrahiim

Dari sekian banyak membaca, dan tadabbur,

diantara hal yang paling mencengangkan adalah kondisi “murtad”

diantara murtad yang paling bikin sedih adalah murtadnya Abdullah Bin Abi Sarhin, dan Ubaidillah Bin Jahsy.

Adapun Ubaidillah Bin Jahsyi, ia adalah seorang pencari kebenaran, tak mau menyembah berhala, bersama sahabat-sahabatnya berkelana. Yahudi dan Kristen tak menarik perhatiannya.
Tatkala datang islam, ia bersegera beriman, pun demikian istrinya Ummu Habibah putri Abu Sufyan.
Tribulasi dakwah menghantarkannya hingga hijrah ke Habasyah, dan kali ini melihat kebesaran budaya Habasyah, ia yang selama pengembaraan kebenaran dalam hidupnya, tak pernah tertarik dengan kristen, kini terkagum-kagum, dan menjadi pemeluk kristen di Habasyah.

saya ucapkan “Na’udzubillah dari kejadian macam ini”
Adapun Ummu Habibah, terselamatkan akidahnya, ia dijauhkan dari keburukan suaminya, Allah pun menganugerahinya pernikahan dengan manusia paling agung. Ummu Habibah menikah dengan Rasulullah.

Adapun Abdullah Bin Abi Sarhin, ia adalah termasuk orang yang masuk islam di awal-awal dakwah, boleh jadi masuk Islam sebelum Rasulullah bersembunyi di rumah Arqam Bin Abil Arqam.
Ia adalah orang kepercayaan Rasulullah, dipercaya menulis wahyu.
Hingga suatu ketika, tatkala surat Al Mukminun turun, sampai di ayat 14 dan Rasulullah salam sejahtera baginya memerintahkan kepada Abdullah Bin Abi Sarhin untuk menuliskan.
begini surat Al Mukminun ayat 14
“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik

kata-kata yang ditebalkan, menimbulkan kegaduhan dan interpretasi yang bermacam-macam
Ditengah seruan tauhid, datang ayat yang demikian adanya.

Bagi ABdullah Bin Abi Sarhin ayat tersebut tidak menggoyahkan keyakinannya akan keesaan Allah,
tetapi “penafsiran” yang dibumbui setan mengelabuinya

Jika Allah yang Esa, mengakui adanya kreasi-kreasi manusia,
lalu mensifati diriNya sebagai “pencipta yang terbaik” karena sifat-sifat ciptaan Allah
maka Abdullah mencoba mengambil kesimpulan antara dirinya dan Rasulullah

Rasulullah mendapatkan wahyu dari Allah dengan perantaraan makhuk yang tidak dapat dilihat manusia lain.
Terkadang ketika sedang bercakap dengan orang-orang, tiba-tiba saja Rasulullah bercakap dengan sesuatu yang tidak terlihat, yaitu Malaikat, pada titik inilah ejekkan menyesakkan dada pada Rasulullah terlontar, kaum kafir berkata bahwa beliau gila.

Turunnya wahyu, proses turunnya dipikirkan Abdullah, apakah wahyu itu berupa ilham, wangsit atau bagaimana?

Kelebihan kecerdasan yang dimiliki Abdullah Bin Abi Sarhin menggodanya, antara “wahyu ” dan “ide”
sebagai orang cerdas, ide-ide selalu berkelabatan dalam dirinya, respon-respon atas peristiwa sosial dimilikinya.
Dan pengalamannya sebagai penulis wahyu menambah ragam rupa kecerdasannya

hingga kesimpulannya : “wahyu” = “ide”

jika nabi Muhammad adalah seorang nabi yang diberi “wahyu”
maka ia pun seorang nabi yang diberi “wahyu”

maka murtadlah Abdullah Bin Abi Sarhin
setelah murtad propaganda yang dilancarkannya luar biasa
anti keimanan
ia yang saudara sesusu Utsman, bahkan mempropaganda Utsman untuk tak menginfakkan hartanya di jalan Allah

(saya kembali ucapkan na’udzubillah dari terjerumus pada kondisi demikian)

Zaman berlalu, hingga futuh Mekkah dan Rasulullah memerintahkan pembunuhannya

tapi ternyata, Allah masih memberikan kesempatan baginya untuk bertaubat dan berkarya nyata
semoga Allah menerima taubatnya

Kekuasaan dan Demokrasi

Bismillahirrahmaanirrahim

Kekuasaan, oh kekuasaan
Diberikan Oleh Allah pada siapa yang dikehendakiNya
Dan dicabut oleh Allah dari siapa yang dikehendakiNya

Kekuasaan adalah dunia,
Ia bukan tujuan
Tapi sarana

Rasulullah meraih kekuasaannya dengan jalan damai, sumpah setia dari 72 orang aus dan khajraz, yang dilanjut dengan piagam madinah yang mempertegas mana teritorial dan siapa anggota rakyatnya

Muawiyah meraihnya dengan jalan damai, dari secarik kertas yg telah bertanda tangan Hasan Bin Ali,
Meski sebelumnya berdarah-darah mengangkat senjata,
Tapi cara kekuasaan sampai di pundak Muawiyah tetaplah tercatat sebagai jalan damai.

Adapun Abdul Malik Bin Marwan, meraih kekuasaannya dengan darah dan tangan besi, hingga tertumpahlah darah Abdullah Bin Az Zubayr, khalifah yang resmi.

Adapun As Saffah, sang pendiri negara Abbasiyah, merebut kekuasaan setelah berhasil membunuh Marwan Al Himar, raja terakhir Bani Umayyah.

Abdul Malik Bin Marwan adalah seorang Faqih, Abdullah As Saffah adalah seorang cendekia. Tapi zaman mereka, zaman pedang.
Ketika kekuasaan yg mereka pikir sebagai salah satu cara meraih pahala harus ditempuh dengan jalan pedang, maka ditempuhlah dengan jalan pedang.
Berat bagi mereka dan menyakitkan
Do’aku semoga Allah mengampuni keduanya, Amal mereka lebih banyak dari kesalahan-kesalahannya.

Ada pula kisah Qushay, moyang Rasulullah salam sejahtera baginya dalam membebaskan Mekkah dari kaum Khuza’ah. Ia tak perlu angkat senjata dan tak perlu sumpah setia. Ketika simbol kekuasaan Mekkah saat itu adalah kunci Ka’bah, maka yg ia pikirkan bagaimana caranya dapat menguasai kunci ka’bah. Tak ada tumpah darah, ia mengambil kunci ka’bah dengan akal kecerdasannya.

Adapun Shalahuddin Al Ayyubi, sang pendiri dinasti Ayyubiyah di Mesir dan Syam,
Cukup baginya mengenal Syirkuh, untuk menyelinap dalam pusaran kekuasaan penguasa Syi’ah Mesir saat itu, lalu memobilisasi kekuatan, dan berhasillah ia membersihkan Mesir dari kaum syi’ah.

Adalah tentang Demokrasi dan Kekuasaan.
Ketika Kekuasaan ditentukan beberapa detik dari bilik suara,
Ia adalah tanpa darah tertumpah.
Dan ia legitimate sebagai cara merebut kekuasaan jika manusia bersepakat demikian

Sungguh cara damai lebih baik dalam memperoleh kekuasaan.
Karena pikiran manusia tidak akan pernah sepakat dalam suatu urusan
Karena pertarungan antar kepentingan akan terus terjadi
Karena pertarungan antar ideologi akan terus terjadi.

Demikianlah demokrasi terjadi, agar perang kepentingan, perang ideologi tak berakhir dengan sengketa senjata

Allahumma inna na’udzubika min jahdi al balaa
Wahai Allah, aku berlindung padaMu dari ujian yang sangat berat,
Berlindung dari ujian sebagaimana menimpa korban Ashhabul ukhdud