Kisah mereka yang Murtad di zaman Rasulullah (1)

ini kisah yang paling menyadarkan saya, tentang pentingnya “mengenal” dan memahami kedudukan setiap manusia.

Manusia sebagai makhluq Allah, apapun agamanya
lalu memahami hak setiap muslim
memahami hak-hak setiap mukmin
mencoba mengenal kedudukan setiap mukmin dihadapan Allah

kisah ini, benar-benar membuka mata
kisah yang membuat memahami betapa suatu kondisi adalah kompleksitas
kisah yang mengajarkan bahwa kita harus mempelajari bagaimana merespon suatu peristiwa
kisah yang membuka mata bahwa setiap pribadi memiliki posisi dan kedudukan dimata Allah
menyadarkan kesejatian bahwa semua urusan kelak dikembalikan kepada Allah
adapun di dunia, maka semua berjalanlah sesuai dengan batasan yang telah Allah tetapkan

Utsman bin Affan punya saudara susuan yang bernama Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarhin
Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarhin, ia telah masuk islam sewaktu di Mekkah,
bahkan memiliki tugas mulia : mencatatkan wahyu.
Ternyata Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarhin “mempermainkan keislamannya”
ia mencatat wahyu sekehendak hatinya, Jika Rasulullah menyampaikan bahwa ayat tersebut ‘aziizun hakiim
Abdullah suka menulis ‘aliimun hakiim
lalu murtad, dan berkata kepada orang-orang kafir bahwa “agama jahiliyyah” lebih baik daripada islam.

saat futuh Mekkah, Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarhin lari, takut dibunuh dan kemudian meminta jaminan keamanan kepada Utsman.
Utsman lalu menyembunyikannya hingga keadaan tenang.
setelah kondisi tenang, Utsman membawa Abdullah kepada Rasulullah SAW.
Saat datang Rasulullah terdiam tidak menjawab dalam jangka waktu yang sangat lama.
keadaan menegang ….. tetapi kemudian tegangan menurun dan Rasulullah mengeluarkan jaminan keamanan bagi Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarhin.
Utsman dan Abdullah kemudian pamit.
Setelah keduanya pergi, Rasulullah kemudian berkata : “aku terdiam sangat lama, karena berharap salah satu dari kalian berdiri membunuh Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarhin”
Seseorang diantara mereka berkata : “kenapa engkau tidak memberi tanda kepada kami”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Adalah haram bagi seorang nabi untuk membunuh dengan cara memberi tanda, Seorang nabi diharamkan berkhianat didepan mata”

(AL Kamil Fi at Taarikh, Ibnu Al Atsier, jilid 2 hal 123… cetakan Daar el kutub el arabi)

Peristiwa ini bisa ditafsirkan macam-macam,
bisa dangkal, bisa menyimpang

adalah tugas kita menyuarakan kejernihan.
memahami teks dan konteks
memahami dengan integral

dari kisah ini, banyak yang dapat saya ambil
1. Pentingnya memahami prosedur dan adab-adab yang Allah tetapkan dalam segala sesuatu, dan lalu menerapkannya setiap keadaan yang sesuai terjadi
2. menjaga batas-batas kewenangan, memahami peran dan posisi

ahhh, malam ini titik kritis itu kembali ditemukan

Abdullah bin Sa’d Abi Sarhin menjadi kunci ditaklukannya Afrika, menjadi kunci penyebaran islam di Afrika
sungguh semakin ingin melihat apa yang akan terjadi di esok hari
saat semakin takjub dengan keadilan dan kebijaksanaan di pengadilan Allah

kisah unik ini, semakin membuat mau membaca kompleksitas kehidupan
mengenal manusia dan prahara-prahara yang menimpanya

Allahumma Shalli ‘alaa muhammad wa ‘alaa aali muhammad
dan
Semoga Allah senantiasa melimpahkan kasih sayangnya kepada seluruh kaum beriman

Terhempas Badai (2 – Tak Berjejak)

Dua : Tak Berjejak

Al Mundzir bolak-balik menuliskan sesuatu dan kemudian kembali keluar, aku melihat apa yang dia tuliskan, lagi pula mengapa ia tidak membawa saja lembaran-lembaran ini dan menulis setiap keterangan yang ia dapatkan saat itu seketika. Beberapa saat kemudian Al Mundzir datang dengan tergopoh-gopoh, aku hanya memperhatkannya, tak bertanya apapun padanya. Melihatku al Mundzir langsung berkata :

“Wahai Ibunda, aku berjumpa ayah, ia berkata akan mengantarkan Urwah nanti sore, ayah akan melakukan sesuatu ke Kufah”

Aku hanya mengangguk, hatiku berkecamuk apa maksud az Zubayr menyampaikan pesan demikian, seolah aku tidak memperhatikan Urwah putra kami. Kalau bukan atas permintaannya agar Urwah tinggal bersamanya tentu putra bungsuku akan selalu bersamaku. Tapi aku tak memperdulikan pancingan emosi yang demikian, biarlah saja, sesungguhnya aku masih bertemu Urwah setiap hari, aku bertemu dengannya di rumah Aisyah.

“Wahai Ibunda, akankah cincin Rasulullah ditemukan?

“Sebegitu menarikkah bagimu, tentang desas desus yang beredar, bahwa sebuah pertanda akan kita diesok hari?”

“Bukan-bukan begitu maksudku wahai ibunda, hanya saja sumur Aris adalah sumur yang sedikit airnya, tetapi penggalian dalam radius yang tidak wajar tetap tidak membuahkan hasil, cincin Rasulullah tak meninggalkan jejak”

“Mungkin malaikat telah membawanya, sebagaimana akan membawa Utsman menuju surga, sumur Aris, kenangan akan kabar surga”

“kabar surga?” Al Mundzir menyelidik

“disumur itu dikabarkan surga, bagi kakekmu, bagi Umar, semoga Allah menyayangi keduanya, dan bagi Amirul Mukminin Utsman bin Affan, tidakkah kau pernah mendengarnya?”

“aku mendengarnya wahai Ibunda, surga bagi amirul mukminin Utsman Bin Affan dengan melalui cobaan”

“Jika demikian kau dapat membuat suatu garis hubungan antara peristiwa-peristiwa, saat cincin Rasulullah terjatuh di sumur Aris dari tangan Mu’aiqib, mungkinkah itu pertanda buruk bagi Utsman?”

“wahai ibunda, ajarilah putramu ini tentang takwil mimpi dan mengambil benang merah dari peristiwa-peristiwa”

“Menurutku, kesulitan bagi Utsman akan ditandai dengan masalah air, jika ia mendapati permasalahan dengan air, maka disanalah kesabarannya diuji, semoga Allah memberikan keberkahan bagi Utsman”

“Permasalahan air? Amirul Mukminin Utsman? Ia selalu menyelamatkan ummat Islam dari bencana kekeringan dan kehausan? Dan pertanda ujiannya tentang air?” AL Mundzir tampak tidak terlalu mengerti dengan penjelasanku

“wahai al Mundzir, mengapa engkau menggambar peta sumur-sumur yang Rasulullah pernah menggunakannya?”

“Ini tentang al Furu’, bukankah engkau menyuruh kami memakmurkannya, jika kita menganggap mesjid Rasulullah sebagai titik pusat, maka kita dapat melihat jarak setiap sumur ke Mesjid. Kita akan membutuhkan semua data ini untuk menentukan titik-titik sumur di tanah al furu’”

“Sudah kau bicarakan tentang besaran uang yang kita butuhkan untuk menghijaukan al Furu’?”

“ya wahai Ibunda, saudaraku Abdullah telah merencanakan perniagaan kami ke Syam, sepulang dari sana jika Allah mengizinkan keuntungan yang berlipat, maka kami akan memulai mengolah al Furu’ menjadi tanah pertanian”

“Semoga Allah memberahimu, memberkahi saudaramu karena kalian telah merencanakan sesuatu yang besar menghijaukan bumi, sungguh aku melihat al Furu’ dalam perjalanan hijrahku, aku melihat tanah itu penuh keberkahan”

“Aamien, semoga Allah mengabulkan do’a ibunda, ahh wahai ibunda, satu lagi pertanyaan tentang cincin Rasulullah yang terjatuh di sumur Aris, berikan aku gambaran, pertanda tentang apalagikah semua itu, supaya aku bisa mengikuti ilmumu dalam mentakwilkan mimpi dan peristiwa”

Aku tersenyum pada al Mundzir tapi lalu merubah wajahku seketika “Orang-orang akan berubah akhlaqnya, satu persatu akan menunjukkan rasa tidak hormat kepada Amirul Mukminin Utsman bin Affan, pemberontakan”

“Benarkah wahai Ibunda? ”  Wajah al Mundzir memerah

“Tetaplah tenang dalam keimananmu wahai putraku, Allah telah menjamin Utsman dengan surga” aku mengusap dada al Mundzir